KonotasiNews.

KonotasiNews.

Menyajikan Berita Berimbang. Menerapkan Kaidah-Kaidah Dan Kode Etik Jurnalistik. Mengedepankan Nilai-Nilai Nasionalisme Demi Persatuan Dan Kemajuan Republik Indonesia.

  • Zucchini Noodles: Menikmati Masakan Rumahan, Mie Sehat Tanpa Gluten
  • Scallops Goreng dengan Saus Vanilla ala Napa dan Sonoma
  • Ayam Oseng Bawang Krispi: Paduan Lezat Oseng Bawang dan Ayam Goreng Renyah
  • Ube Brulee: Dessert Eksklusif dengan Sentuhan Ubi Ungu
  • Jalangkote Makassar: Petualangan Kuliner di Tanah Sulawesi
  • Summer Fruit Salad: Camilan Sehat dan Segar!
  • Sushi Crepes: Dessert Unik yang Menyajikan Kelezatan Crepes dan Whipped Cream
  • Burrata Manis dan Pedas: Kelezatan Creamy dengan Sentuhan Jeruk dan Kuah Madu

Get In Touch

Menyalipnya Anak Muda dalam Kontestasi Politik Oleh : Amul Hikmah Budiman, S.S., M.Si (Direktur Eksekutif Saoraja Institute Indonesia)

KonotasiNews, Menyalipnya Anak Muda dalam Kontestasi Politik Oleh : Amul Hikmah Budiman, S.S., M.Si (Direktur Eksekutif Saoraja Institute Indonesia)

Tahapan pemilu telah memasuki masa pendaftaran Bakal Calon Anggota Legislatif (Bacaleg) dari masing-masing partai politik. Formasi bacaleg telah diatur oleh masing-masing parpol di tiap daerah pemilihan (dapil) agar dapat merebut banyak kursi dan meraih kemenangan. Tidak hanya keterwakilan perempuan yang telah diatur dalam konstitusi pemilu kita, pula elemen pemuda turut menjadi perhatian parpol agar dapat masuk menjadi kontestan.


Jauh sebelum tahapan pemilu dimulai, perhatian dan diskursus tentang pemuda dalam politik memang tak pernah berhenti dan selalu menjadi perhatian, melihat demografi dan potensinya, utamanya generasi Y dan Z. Partai politik pun merekrut mereka untuk terlibat sebagai pendongkrak elektoral partai.

Pendaftaran Bacaleg ke Komisi Pemilihan Umum/Daerah, partai politik terang menyebut bahwa usia muda juga dominan didaftarkan dalam kontestan lima tahunan ini. Baik itu di tingkatan pusat hingga Kabupaten/Kota. Muda ini juga berasal dari berbagai latar belakang, baik sebagai aktifis, pengusaha, selebgram/influencer, akademisi, dai, hingga anak pejabat.


Meskipun data pada tahun 2022 mencatat hanya ada 32,67% anak muda yang percaya kepada partai politik, namun realitas hari ini meruntuhkan sebuah paradigma yang menyebut anak muda mengalami alienasi terhadap politik atau partai politik itu sendiri. Partisipasi pemuda dalam politik juga mengalami peningkatan, dari 85,9% di tahun 2014 menjadi 91,3% di tahun 2019. Dua pesta demokrasi terakhir tersebut memberikan sebuah optimisme kepada kita bahwa di tahun 2024 adalah panggung politik milik anak muda.

Pada data yang lain (2022) juga memberikan keterangan bahwa 52,7% anak muda menyebut partai politik atau politisi belum berhasil mewakili aspirasi masyarakat di satu dekade terakhir. Sehingga, menjadi pekerjaan rumah bagi anak-anak muda yang bertarung pada kontestasi hari ini untuk membuktikan bahwa kehadirannya benar-benar mampu menjadi representase kebutuhan dan pengentas keresahan anak muda dalam ruang kebijakan.


Corak anak muda sebagai human digital native,sejalan dengan alur distribusi gagasan dan gerakan politik itu juga memiliki ruang yang luas pada kanal-kanal digital. Sehingga pikiran dan gerakannya jauh terlampau ke depan. Hal-hal yang mungkin dilakukan oleh para politisi pendahulunya dengan cara-cara konvensional, ditransformasikan oleh pemuda dengan cara-cara modern humanism.


Dominannya usia muda sebagai kontestan pada pemilu kali ini, tentu perlu menjadi kewaspadaan dini bagi para politisi senior atau petahana. Anak muda bisa saja melakukan “lambung kiri” (istilah Makassar) atau menyalip dari sisi kiri. Sebuah istilah yang diartikan dalam berkendara sebagai perilaku mendahului dengan sangat kencang dan berbahaya, Kita sulit menebak cara laten anak muda dalam melakukan gerakan-gerakan politik. Apalagi, jika anak muda ini yang dahulu menjadi tim sukses atau barisan perjuangan politisi senior ini, mereka telah memiliki identitas dan level yang sama serta akan menjadi kompetitornya. Sehingga, dikhawatirkan irisan basis massanya atau konstituennya juga akan terbelah.


Belum lagi, anak muda yang lahir dari rahim seorang pejabat negara/daerah atau seorang “Sultan”. Mereka yang konon dianggap sebagai kader “lift” partai politik, meskipun sebagai pendatang baru dalam dunia politik, tapi kekuatan politiknya jauh lebih besar dibandingkan dengan kader “anak tangga”. Tapi, kita juga tidak bisa menganggap enteng anak muda yang lahir dari rahim organisasi, meskipun sering dianggap tidak memiliki kekuatan ekonomi, namun modal empiris dan investasi sosial yang selama ini dibangun, menjadi kepingan-kepingan puzzle yang jika disatukan akan menjadi frame yang baik.

Anak muda sebagai kontestan juga akan memantik partisipasi politik anak muda lainnya yang dianggap masih pasif atau apatis. Sebuah ekspektasi untuk mematahkan pesimisme kita terhadap angka melek politiknya anak muda yang masih rendah. Kini, kita akan menunggu gerakan-gerakan politik dan kampanye yang dibangun oleh anak muda itu sendiri, apakah mampu membuktikan dirinya sebagai new trendsetter dalam politik yang dikonrvesi melalui suara elektoral.


Pada intinya setiap kontestan tetap harus berhati-hati pada lalu lintas kontestasi politik ini. Terkhusus, para politisi senior atau petahana, agar tetap mengenakan “sabuk pengaman” dan terus memerhatikan “mesin dan bahan bakarnya” sebelum jalan agar tidak disalip dari sebelah kiri oleh para politisi muda kita.

Share:
img
Author

Gokong

0 Comments

Post a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *